CARI BAHAN

Thursday, November 06, 2014

Ketika Azazil pun berdiskusi dengan Tuannya.

" Tak guna berdiskusi lagi, mereka telah cukup menginjak kehormatan kita", marah Sang Prabu bergelegak meruapi serelung dadanya. Para Pak Lurah kacamatan Gunung Matahari telah mengingkari perintahnya agar setiap hasil penduduk perlu di'GST'kan. Namun, para Pak Lurah itu tidak melaksanakan perintahnya. Malah mereka berani mengandalkan kebijakan sendiri untuk meringankan beban warga.

" Diskusi demi kelestarian negeri. Wibawa gusti Prabu tidak gugur kerananya!", Sang Adipati Argawisata cuba menegakkan usulnya yang telah pun dilontarkan dari permulaan.

Sang Prabu mencuka. Pertimbangannya hanya untuk menimpakan hukuman ke atas para Lurah yang engkar itu.

@@@@@@@@@@@

Mengapa tidak mahu berdiskusi? Diskusi bukan sebuah dosa. Para wali tidak mencebur ke lumpur noda jika berdiskusi dengan para pendosa. Akal manusia tidak akan mampu ditumnpaskan dengan senjata. Hukum tidak boleh menamatkan nalar sebuah keengkaran.

Sesungguhnya makayid SIS tidak lebih bahaya daripada makayid Iblis mal'un. Pun begitu, Allah berdiskusi dengan sang Iblis ketika mana dia enggan sujud kepada Adam. Boleh sahaja Allah menjatuhkan hukuman sesat terbuang ke atas Iblis tanpa perlu ditanyakan lagi sebab musabab keengkarannya. Allah adalah pencipta dan Iblis cuma hamba.

Siapa yang kedudukannya melebihi Allah dalam penghakiman. Dialah Hakimul Hukama'. Pun begitu Iblis ditanya dan dibawa berdiskusi tentang kedajalannya. Manusia, siapapun dia, tentu tidak lebih hebat daripada Allah SWT.

Kerana itu, nurani saya menolak untuk bertindak atas kekuasaan bagi membanteras sejumlah ajaran dan pemikiran yang menyelusur di celah-celah masyarakat. Pada saat kita berkuasa, kita menggunakan kekuasaan itu. Tetapi, pada saat orang lain berkuasa, kita tidak suka dia menggunakan kekuasaannya untuk menindas kita.

Di Malaysia, kita menghakimi kaum Syiah dan membanteras mereka dengan hukum dan  tindakan. Nun jauh di tanah Parsi, kita mengutuk penindasan oleh para penguasa Syiah ke atas ulama dan rakyat Sunni. Di sana mereka berkuasa dan melibas Sunni  dengan kekuasaan mereka. Kita marah atas wewenang yang mereka jarahkan.

Kaum Syiah itu tidak lebih kelam kekufurannya dari sang Iblis. Maka, halangan apa untuk mengajak diskusi? Saidina Ali r.a ketika menggencar para Khawarij di Nahrawan, baginda mulakan dengan diskusi yang berjaya memulangkan ribuan mereka ke pangkal jalan.

Kini, kelompok SIS itu menuntut diskusi. Terima sahaja ajakan itu. Libasan cemeti kekuasaan tidak akan menguburkan kesongsangan pemikiran mereka.  Orang yang merasa teraniaya dan berjaya membuat khalayak melihat mereka teraniaya akan menyerukan "martyrdom". Lalu, pemikiran yang dimusuhi tidak mati kerana mereka dilihat syahid dalam sebuah tekanan yang tidak seimbang.

Para ulama perlu menyahut cabaran tersebut. Kelompok SIS itu menjulang kebanggaan tentang pemikiran. Maka ulama yang perwira dalam pemikiran sahaja yang mampu mendepani mereka. kalau ulama pemikir tidak ada, yang dikenal sebagai cendikiawan pemikir Islam perlu berdiskusi dengan para SIS.

Kerana tuntutan diskusilah juga lahirnya aliran Asya'irah dan maturidiah yang diangkat sebagai simbol Ahli Sunnah oleh sebabahagian sarjana. Maka, contohi mereka dalam ketangkasan melancak diskusi pemikiran.

No comments: